Tuesday, May 29, 2018

about marriage, when?


awal tahun baru 2018 menjadi awal yang cukup berbeda bagi saya. jika tahun lalu saya merayakan new year’s eve dengan berkumpul bersama orang tua saya di sebuah restoran yang terletak di utara Samarinda, maka awal tahun ini saya habiskan bersama teman teman seangkatan teknik sipil yang sedihnya cowok semua. jadilah menunggu tengah malam pun saya tak punya rekan bergosip. kalo kumpul kumpul bareng cowok cowok ya bahasannya ya ngga’ jauh jauh dari film yang lagi tayang, games yang baru keluar dan segala percakapan tentang superhero fiksi ilmiah sampai senjata paling mematikan di Mobile Legends. 

paruh waktu menghajar malam jadilah kami sekumpulan anak manusia yang duduk melingkar dengan smartphone digenggam seakan sebuah nyawa. 

ikan bakar manis malam itu yang saya makan dengan khidmat mengantarkan seorang sahabat pada sebuah pertanyaan, “Mau sampai kapan, cuek terus? inget umur lho.”

pernyataan yang saya tanggapi dengan selintas tawa -yang sebenarnya saya sendiri ngga’ ngerti maksud tawa itu- dan sebuah ujaran ringan, “Belum nemu rekanan yang cocok.”

sejak 4 tahun belakangan saya mengabaikan perihal ulang tahun saya sendiri. kalau ada yang mengingat, memberikan ucapan selamat lantas mendo’akan ya saya aminkan dan saya ucapkan terima kasih. kalau ngga’ ada yang inget ya ngga’ papa juga. ulang tahun adalah topik yang saya abaikan demi menghidari sesak mencari jawaban atas pertanyaan kapan kapan mengingat saya hidup di negara dengan sosial masyarakat yang memiliki standar umur pernikahan ideal yang relatif muda. dan memang benar, sejak 4 tahun yang lalu saya cukup sering disibukkan dengan teman teman saya yang satu persatu mulai menikah dan kadang kadang saya kudu jalan jalan ke toko perlengkapan bayi untuk beli hadiah aqiqah. 

saya tidak ambil pusing dengan lingkungan saya yang mulai berbagi undangan. setiap orang menjalani hidupnya dengan tanggung jawab masing masing, orang satu dengan orang lain memiliki jumlah tanggung jawab yang kadang tidak selalu sama. dan menikah adalah sebuah tanggung jawab. 

saya cukup mengerti tentang pilihan teman teman kenapa mereka mengambil tanggung jawab pernikahan. seorang teman merasa bahwa tanggung jawabnya selesai ketika dia sudah menyelesaikan kuliah dan menjadi sarjana. tidak masalah baginya untuk mengambil tanggung jawab pernikahan. hal yang tentu sangat berbeda jika komparasinya adalah saya yang setidaknya punya 2 tanggung jawab ; lulus dan menjadi insinyur setelah sekian lama dikuliahkan dan tanggung jawab perusahaan, bentuk nyata membantu perekonomian keluarga dan estafet dalam mensejahterakan sekian banyak karyawan sebagai wujud terima kasih saya kepada beliau beliau setelah sekian lama mengabdi. beliau beliau yang tumbuh bersama saya. kalau tidak ada mereka, mungkin sekolah saya sudah terhenti entah sampai mana. 

saya hidup dengan pemikiran tersebut, sampai sepupu saya -yang benar benar lahir di tahun yang sama dengan saya- berkabar bahwa dia akan menikah dalam bulan ini. hal tersebut menyadarkan saya pada satu hal ; menikah bukan cuma soal tanggung jawab. 

Marriage is about Criteria, But loving someone is another level
menikah itu tentang kriteria, dan itu memang benar. disamping kita ini hidup dengan standar standar, ya gimana ngga’ kriteria ya bok kita mau pindah kostan aja pake kriteria ini itu dan harus menghitung keyakinan! it's very very weird when you don’t do that for the lifetime big deal! 

you want someone handsome, smart, pengusaha juga etc, etc, etc. what wrong about that? itu semua hanyalah sebuah paragraf panjang diferensial dari ajaran Rasul bahwa menikah memang sudah seharusnya sekufu. variabel variabel tersebut memang harus ada, walau tidak harus semuanya menjejak nilai maksimum dalam skalanya, tapi jelas harus ada. 

kalo kata anak 90-an, menikah itu cari yang sevisi, biar bisa diajak ngobrol dan diskusi bukan cuma berlarian kesana kemari dan tertawa. ya kalo ngga’ bisa diajak ngobrol gimana?. haruskah ku lari ke hutan dan belok ke pantai? 

everyone deserve to have someone as smart her/him, someone handsome/beautiful as her/him. someone wise, a gentleman. to get what you want, you have to deserve what you want. The world is not yet a crazy enough place to reward a whole bunch of undeserving people. (Charlie Munger) film disney princess itu selalu laku dari taun ke taun ya salah satu alasannya adalah inti dari cerita percintaan pangeran dan sang putri, they get married with someone they deserve. kagak bakal Princess Belle segitu exited-nya sama Adam (Beast) kalo dia enggak suka baca. dan tentu saja, kalo si Adam enggak pinter!

apa yang salah dari seorang wanita yang ngga’ mau diajak susah setelah sekian tinggi disekolahkan orang tuanya dan tetap bangkit setelah dibantai di sidang proposal? atau mengeliminasi pilihan cowok yang cuma mau didampingi berjuang dari bawah sampai menjejak titik mapan padahal tidak ada yang mendampingi si mbak saat sengsara selain orang tua, saudara dan sahabatnya sahabatnya? 

tidak ada yang salah tentang itu. yang salah adalah cowok cowok yang terlalu partriarkis. 

but, after all of this we have to always remember that loving someone is another level. hati yang kembali memiliki dinamika dengan segala perasaan perasaannya. perasaan bersemangat dan exited saat memperhatikan seseorang dalam diam, perasaan mengagumi yang tak sudah sudah dan sensasi jantung berdebar debar dan butterfly on stomach. perasaan sebel dan panas karena sedang terserang jealous attack dan hati yang menghangat saat menbaca pesan singkat. intinya, selogis apapun kita, kita ngga’ boleh munafik. believe or not, perasaan kek begitu itu mahal.

kita hidup dengan hati dan kepala. untuk itu kita butuh rasa dan kriteria. kita boleh eneg sampe kaya apaan sama orang orang yang sok pintar, tetapi kita juga ngga’ boleh membohongi hati ketika terkesan dengan pribadi berkelas.

terlepas dari segalanya, lembutkan hati untuk mencintai sekali lagi.  

jadi, kapan nikah?.
saya menikah kalo saya sudah ketemu jodoh saya. dan saya menikah kalau sudah waktunya. intinya, saya menikah kalo sudah takdir. as simple as that! 

No comments:

Post a Comment