Tuesday, December 15, 2020

workspace

 


pertama kali dapat ruangan di kantor (sebelum dapat ruangan, saya sistemnya co-working space di meja kantor yang besar itu, habis kerja kudu diberesin sampe bersih. persis kayak anak start up) saya dapat meja yang sangat besar. berbentuk huruf L, menghadap pintu masuk dan menghadap dinding. yang menghadap pintu masuk mejanya besar sekali, yang menghadap dinding cukup nyaman, tapi tidak terlalu lebar.


saya ini tipikal yang, “let me work alone and facing the wall”. kerjaan saya tuh bukan yang paperless dan cuma sama laptop doang. banyak kontrak yang harus saya tinjau, banyak addendum yang harus saya buat dan banyak sekali dokumen yang menumpuk di meja saya. karena meja kerja saya ini dominan hadap pintu, saya selalu ngga fokus dengan apa yang saya baca. jadi, untuk memahami 1 dokumen saya butuh waktu yang lumayan, sayangnya deadline saya ngga’ mau tau dengan itu.


so, i change my desk.



saya sangat nyaman dengan posisi yang baru saja saya temukan. i made my wall as dream board, headset in my ears dan saya dengan tenang bisa meninjau dokumen dokumen tersebut. saya sangat nyaman dengan itu sampai akhirnya abah saya naik ke kantor dan melihat meja saya. and he disagreed.


abah bilang, dengan posisi itu saya menjadi sangat tertutup dan menyulitkan semua fellow saya di kantor. kata abah, saya ini ngga’ kerja sendirian, dan sangat merepotkan ketika untuk berkomunikasi dengan saya, mereka harus mengirim pesan whatsapp atau lapor ke executive saya dulu kalo mau ketemu. intinya, saya nyaman tapi tidak nyaman untuk yang lain. ternyata, bekerja menghadap dinding dengan laptop itu juga bikin saya sumpek.


akhirnya, abah menata ulang ruangan saya. saya jadi punya lemari untuk menaruh berkas dan di atasnya, saya bisa menaruh buku buku saya biar saya merasa nyaman. saya ini kan 7 tahun selalu belajar di perpustakaan, jadi buku buku yang tertata rapi membuat saya jadi semangat bekerja. kemudian, abah menambahkan sebuah meja di ruangan saya yang bisa ditempati seseorang selagi mereka menunggu saya bisa menanggapi. abah mengecilkan meja besar saya dan sekarang saya merasa sangat nyaman, senang dan produktif dalam bekerja. meja ini terasa fit untuk saya. saya akan menghadap dinding jika harus meninjau dokumen, tetapi saya menghadap pintu masuk jika harus bekerja dengan layar laptop.




untuk menemukan kenyamanan, proses itu perlu. waktu itu perlu. karena untuk sebuah kenyamanan jangka panjang dan memiliki dampak besar, kegagalan itu juga perlu dalam prosesnya.


seperti saya, dan ruang kerja saya.



XOXO,



Fatimah







No comments:

Post a Comment